When You Come ( part 7 )

Novel dan drama




(Rekreasi Murah), Sepanjang perjalanan pulang dari rumah sakit, aku dan Mas Askha sama-sama diam. Mas Askha hanya fokus di balik kemudi dan aku lebih memilih untuk melihat ke luar jendela di samping kiriku. Jujur, akupun tidak menyadari kalau aku sedang hamil. Karena aku sama sekali enggak merasakan yang namanya morning sickness seperti ibu-ibu yang sedang hamil muda lainnya.

Aku juga sama sekali tidak merasa sedang mengalami gejala kehamilan yang lainnya. Kalau ada yang bilang ibu hamil biasanya jadi lebih sensitif, sudah pasti aku enggak akan menyadarinya. Karena aku memang tipe orang yang sensitif dan selalu mengalami yang namanya mood swing a.k.a. moody, banget. Jadi kalau aku merasa ada perubahan emosi tiba-tiba, jadi aku juga biasa saja. Sama sekali tidak merasa heran.

Lalu jika kalian berpikir, apa aku enggak curiga dengan keterlambatan tamu bulananku? Maka jawabannya juga tidak sama sekali. Karena aku termasuk ke golongan perempuan yang masa menstruasinya tidak teratur. Jadi kalau telat sebulan sih enggak akan panik. Tapi ternyata, tanda inilah yang aku sepelekan. Aku lupa kalau aku sudah menikah dan sudah melakukan yang namanya hubungan seks. Jadi seharusnya, telat datang bulan sudah membuatku kebingungan. Bukannya malah tetap santai seperti ini.

Sampai akhirnya, keteledoranku itu jugalah yang membuatku harus dirawat di rumah sakit sejak tiga hari lalu. Apakah Mas Askha marah? Entah. Kayaknya sih enggak. Karena harusnya diapun perhatian dong sama aku. Eh tapi bisa juga sih dia marah. Secara yang tahu pasti jadwal bulananku kan ya cuma diriku sendiri. Sejauh ini, dia tahu kalau aku lagi haid juga karena dia enggak bisa mendapatkan jatahnya. Entahlah, aku juga bingung dia marah atau enggak. Lagian ya, bagaimana aku bisa tahu dia lagi marah atau lagi senang? Ekspresinya aja sama terus kayak gitu, nyebelin.

"Kamu enggak mau keluar?" suara Mas Askha membuyarkan lamunanku.

Aku langsung mengerjapkan mata dan melihat sekeliling. Ternyata kami sudah sampai di rumah tercinta Mas Askha ini. Setelah melepas seatbeltnya, Mas Askha keluar lebih dulu lalu membukakan pintuku.

"Beneran mau di mobil aja?" tanyanya sambil berdiri di samping pintuku yang sudah terbuka dengan kedua alisnya yang kompak diangkat tinggi.

"Ya sebentar, Mas. Ini aku lepas seatbelt dulu. Terus ngambil tasku dulu." Jawabku sambil melepas sabuk pengamanku lalu mengulurkan tanganku untuk mengambil tas yang kuletakkan di dekat kakiku.

Mas Askha lalu membiarkan pintu di sampingku terbuka dan beralih ke bagian belakang, mengambil tas pakaian kami. Setelahnya, dia langsung berlalu melewatiku begitu saja.

"Mas Askha!" seruku.

Mas Askha langsung berbalik setelah lima langkah melewatiku. Alis tebalnya itu lagi-lagi terangkat tinggi.

"Gendooong." ucapku manja sambil mengedip-ngedipkan mataku. Ayo kita coba peruntungan sekaligus mengetes kadar romantis Mas Suamiku ini.

Novel dan drama



Kulihat Mas Askha hanya diam di tempatnya. Ekspresinya sudah pasti lurus aja kayak jalan tol. Lalu dia mengerutkan jidatnya sebentar. Kemudian kembali berbalik dan meneruskan langkahnya. Membuatku seketika melongo dibuatnya. Oh Tuhan, beneran sedatar dan sekaku inikah suami hamba? Aku mendengus kesal sambil keluar dari mobil dan menutup pintunya kencang. Baru aku mau menyalipnya, tangan Mas Askha tiba-tiba menahanku.

"Apa?" tanyaku sengit.

"Tunggu disini."

"Ngapain?!"

Mas Askha mengabaikan pertanyaanku dan langsung nyelonong masuk ke dalam rumah. Tuh kan. Ini ngelempar suami pake sendal sekali, bebas dosa enggak sih? Tapi, meskipun kekesalanku rasanya sudah sampai ubun-ubun dan agar menjadi istri idaman suami, akhirnya aku tetap mengikuti titahnya. Berdiri diam menunggu di dekat pintu.

Tak sampai lima menit, Mas Askha sudah kembali muncul. Oh rupanya dia cuma memasukkan tas yang tadi dibawanya ke dalam rumah. Begitu sampai di dekatku, tangan Mas Askha langsung menarik tanganku, membuatku harus mengimbangi langkahnya yang lebar itu. Begitu sampai di depan garasi yang tertutup, Mas Askha menghentikan langkahnya.

"Ngapain sih Mas?" tanyaku lagi. Lagi-lagi Mas Askha hanya diam.
Ya Allah, Ya Rabb. Irit suara memangnya bisa bikin banyak duit seperti dia ini ya? Aku baru tahu.

"sudah ah, enggak jelas. Aku mau masuk aja."

Aku menghentakkan tangan yang digenggam Mas Askha. Tapi dia malah menahannya dengan lebih kuat.

"Mas Askha ih!"

Saat itulah kulihat pintu garasi perlahan terbuka dengan sendirinya. Aku yang tadinya berjarak dengan Mas Askha, langsung merapatkan diriku ke tubuh Mas Askha sambil memejamkan mataku. Seingatku, yang tinggal di sini hanya aku dan Mas Askha. Pintu garasi juga masih manual, belum otomatis terbuka dan tertutup seperti pintu gerbang kami. Lalu, siapa coba yang membuka pintu di depanku ini? Setelah terpejam beberapa saat, aku membuka mataku sedikit demi sedikit. Mencoba mengintip apa yang terjadi di depan sana. Dan ternyata, ada Mbok Sih yang sedang membukakan pintu garasi itu.

"Selamat dating, Mbak Niana." sapa Mbok Sih ramah sambil terus membuka pintu. Ini si Mas Askha bukannya bantuin malah diem aja di sini. Bantuin buka gitu kek.

Saat pintu sudah setengah terbuka, aku refleks mengerjapkan mataku tiga kali. Memastikan apa yang ada di belakang Mbok Sih itu benar-benar nyata atau hanya halusinasiku saja. Semakin pintu terbuka, semakin jelas pula dia terlihat. Warnanya hitam dengan huruf H di moncongnya. Mbok Sih langsung pamit masuk lagi ke dalam rumah setelah beliau berhasil membuka seluruh pintu garasi. Mas Askha melepas tanganku dan berjalan ke dalam garasi. Sedangkan aku masih terpaku di tempatku.

"Kamu ndak mau?" tanyanya singkat.

Aku mengerjapkan mataku lagi, memastikan kalau ini nyata, bukan halusinasiku semata. Salah satu mobil favoritku terpampang nyata di depan mataku. Lima detik kemudian, aku mengerjapkan mataku cepat. Apa tadi katanya? Aku enggak mau? Jadi mobil ini buatku? Okay. Aku harus gerak cepat kalau gitu.

"Makasih yaa, Mas Askhaaa! Ya ampuuun sungguh aku terharu pake bangeeett deh Maass."

Aku langsung memeluknya begitu aku sampai di dekatnya. Mas Askha hanya berdeham menanggapi kehebohanku. Seperti itu memang dia tuh, pelit amat bersuara. Heran.

"Kamu beneran sudah punya SIM A kan?"

Aku langsung mengambil dompetku dan mengeluarkan SIM A yang kumiliki. Menunjukkannya langsung ke depan wajah Mas Askha. Dia menatap SIMku untuk sesaat lalu kemudian dia mengangguk.

"Jaga baik-baik. Kalau kenapa-kenapa, kamu yang tanggung jawab sendiri."

Mas Askha langsung memberikan kuncinya kepadaku. Ya Tuhan. Jantungku sampai jumpalitan loh di dalam sana saking senangnya hatiku saat ini.

"Tapi aku lebih percaya mobil ini dibawa sama Pak Arifin sih dibanding kamu nyetir sendiri." sambungnya lalu melangkahkan kakinya meninggalkanku begitu saja.

Ya Allah, bisa enggak sih sehari aja dia tidak membuatku kesal? Ini istrinya baru pulang dari rumah sakit lho. Lagi hamil anaknya juga. Bisa enggak sih ngeselinnya itu dihilangkan dulu? Ah, sudahlah. Untungnya aku masih terkesima dan terlampau bahagia karena Odyssey hitam di depanku ini. Jadi rasa kesalku masih kalah dengan euforia kebahagiaanku bisa mendapatkan si seksi ini. Ooh, for the God sake, Odyssey, kamu memang benar-benar seseksi itu.





home


Posting Komentar

0 Komentar