When You come ( part 8 )

When You come




(Rekreasi Murah), Kaku Bikin Keki

"Kamu kapan resign?"

Aku langsung tersedak bubur ayam yang sedang kusantap. Ini orang sekalinya ngomong, suka enggak lihat situasi deh.

Aku mengambil minumku dan langsung meneguknya, "Nanti aku pikirin dulu, Mas."

"Sampai kapan?"

"Ya sampai aku kasih surat resignku lah."

"Ka-pan?"

Aku refleks mendengus sebal. Sabar Naa, sabaaarrrr..

"Nanti aku bilang dulu sama si Bos. Kalau di ACC, baru aku kasih surat resignku."

Mas Askha langsung mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi, "Kalau ndak di ACC, berarti kamu ndak akan resign?"

"Ya tetap resign juga. Kan Mas Askha minta aku resign."

"Lalu, apa gunanya kamu ngomong dulu? Langsung saja kasih suratnya. Hemat waktu, hemat energi." katanya datar dan ditutup dengan aksi mengelap mulutnya dengan tisu. Lalu dia melirikku singkat dan beranjak untuk membayar bubur ayam kami.

Aku langsung menyudahi sarapanku. Meskipun sesungguhnya aku ingin sekali nambah, efek hamil sepertinya. Tapi suamiku yang luar biasa itu, dengan seenaknya berdiri dan meninggalkanku yang sejatinya masih menyantap buburku. Melenyapkan nafsu makanku begitu saja. Begitulah Mas Askha, selalu berhasil membuatku keki!


---


"Assalamualaikum!"

"Wa'alaikumsalam. Eh kamu sudah sampai. Mana suamimu?"

Aku hanya menunjukkan jariku ke arah belakang.

"Assalamualaikum, Ma." ucapnya sambil mencium punggung tangan Mama.

"Wa'alaikumsalam. Lagi libur kamu, Kha?"

"Sejak kapan sih Ma, Mas Askha libur? Habis ini juga dia pamit tuh."

Mama langsung menatapku tajam. Weekend ini, aku dan Mas Askha memang sepakat untuk menginap di rumah orang tuaku. Aku yang agak maksa sih. Karena tiba-tiba aku merasa kangen dengan suasana rumahku ini. Hormon bumil sepertinya.

"Kebetulan lagi ndak sibuk, Ma."

"Ooh. Jangan sibuk-sibuklah, kamu harus jadi suami siaga. Niana kan lagi hamil. Yuk masuk." ucap Mama dan Mas Askha hanya menganggukkan kepalanya.

---
When you come



Aku bergelung nyaman di atas kasurku. Sungguh aku merindukan kamarku dan segala isinya ini. Mas Askha keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya. Aku mengamatinya dalam diam. Salah satu hal yang kusuka dari Mas Askha ya ini, messy hairnya setiap dia habis keramas.

"Na, geser." katanya yang sudah duduk di sisi kasurku.

Aku memutuskan untuk bergeming, tak bergerak sedikitpun. Mas Askha langsung menggeserku dengan paksa lalu melingkarkan tangannya di perutku.

"Mas Askha ih, sempit." aku menggerutu dan dia hanya berdeham.

"Mas Askha ih, rambutnya masih basah. Jangan tiduran dulu. Nanti bantalnya jadi basah." lagi-lagi dia cuma berdeham.

"Pasti handuknya enggak ditaruh di tempatnya deh."

Aku melirik ke single sofa yang ada di pojok kamarku ini. Dan benar saja, handuknya masih tergeletak di situ.

"Kebiasaan ih, Mas."

"Tolong kembalikan handuknya ke tempatnya, Na. Sempit juga ya kalau berdua di sini." katanya pelan.

Aku terdiam beberapa saat untuk mencerna kata-katanya barusan.

Rapihkan handuk.
Sempit kalau berdua.
Ah, I see.

Aku langsung menyentakkan tangannya yang sedari tadi mengusap perutku pelan. Lalu bangkit dari kasur tercintaku ini sambil berdecak kesal. Kata-katanya tadi sama saja seperti mengusirku secara halus kan? Iya kan?

Dan apakah kalian bisa menebak apa yang membuatku semakin emosi? Bukannya beranjak menyusulku atau menahanku, at least nanya aku kenapa gitu kek tiba-tiba kasar gitu. Eh dia cuma gerak-gerak buat benerin posisi tidurannya dong. Satu kasurku itu sampai keliatan penuh tertutup seluruh badannya.

Lalu saat ini, dia sudah menggantikan posisiku bergelung dengan nyaman di kasurku. Astaga dragon! Asli ya Mas, kalau kamu bukan suamiku, pasti sekarang sudah aku tendang dari atas kasur itu. Idaman sekali bukan suamiku ini???



home


Posting Komentar

0 Komentar