(Rekreasi Murah), "Na? Sudah tidur?"
Mataku memang sudah
kututup rapat. Tapi aku masih bisa mendengar suara Mas Askha di balik badanku.
Posisiku saat ini memang menyamping dan membelakangi pintu kamar.
"Kenapa, Mas? Aku
capek banget." Jawabku masih dengan posisi yang sama.
"Ndak sopan
Niana, bicara sama suami tapi membelakangi gitu."
Oh God. Suami siapa sih ini?
Aku langsung membalikkan badanku dan membuka mataku lebar. Kemudian menatapnya
tajam. Berharap dia paham kalau dia sudah menggangguku yang sudah siap tidur.
"Iya maaf yaa, Mas
suamiii. Iya aku capek. Berjam-jam diri nyalamin tamu-tamu yang enggak ada
habisnya itu. Gila yaa. Berapa banyak sih jadinya tamu undangan kita? Sampai
seribuan kali ya?"
Aku lalu mengubah posisi
dari berbaring terlentang jadi menyamping kembali. Menghadap Mas Askha yang
saat ini sudah duduk bersandar di kepala ranjang.
"Ndak sampai
seribu sih kayaknya. Karena Bunda bilang cuma pesan katering untuk delapan
ratus pax." sahutnya santai sambil memainkan ponselnya.
Woaahhh amazing. Pantesan aja kakiku rasanya sampai kebas kebangetan. Guys, buat kalian yang baru mau menikah, apalagi dengan tamu yang cukup atau sangat banyak. Please, dengarkan saranku kali ini. Stay away dari yang namanya high heels or wedges more than five cm. Kalau bisa nih, malahan pas di pelaminan kalian pake sendal jepit aja atau flip-flop yang lebih bagus diliatnya ketimbang sendal. Kalau kalian sayang sama tubuh kalian sendiri, harus ikutin saranku barusan.
Aku diam tak menjawab ucapan Mas Ashka tadi. Mataku kembali sayup-sayup dan kesadaranku perlahan memudar. Antara sadar dan enggak sadar, kulihat Mas Askha meletakkan ponselnya di nakas dan bergerak turun ke arah kakiku.
Sejurus kemudian,
kurasakan tangannya mulai memijat kakiku pelan. Aku sontak tersenyum dengan
mata yang sudah terpejam. Akhirnya dia peka juga. Daritadi kek gitu pijitin
kakiku. Kalau daritadi kan pasti aku sudah tidur pulas saat ini.
Saat kesadaranku nyaris
hilang, Mas Askha tiba-tiba membalikkan badanku. Membuatku kembali ke posisi
terlentang. Tapi kini posisinya tepat di atasku. Badan besarnya membuatku
merasa sangat kecil di bawah kungkungannya.
Dia mendekatkan bibirnya
ke dahiku. Merapalkan doa yang membuat bulu kudukku meremang dan jantungku
berdegup cepat karena aku tahu doa ini. Setelahnya, dia mencium ubun-ubunku dan
ditahannya untuk beberapa saat.
"Aku mau langsung
menunaikan kewajibanku sebagai suamimu saat ini juga."
Kedua mata hitamnya
mengunci tatapanku. Jarak wajah kami sangat dekat. Aku bahkan bisa merasakan
hembusan nafasnya yang hangat. Membuat jantungku semakin berdegup cepat dan
bulu kudukku semakin meremang.
"Itu tandanya, kamu
juga harus menunaikan kewajibanmu sebagai istri dengan memberikanku apa yang
menjadi hakku."
Suaranya yang sudah serak
menjadi semakin berat. Dengan susah payah aku menelan ludahku. Mataku lantas
mengerjap pelan. Sialan. Dengan posisi dan jarak sedekat ini, otakku kesulitan
mencerna kata-katanya barusan.
Sampai akhirnya, seringai
tipisnya membuatku semakin tak karuan. Tuhan, jantungku.
"Selamat menikmati
malam panjang dan menggairahkan, Niana." ucapnya lalu mengecup rahangku.
Kemudian turun menciumi leherku dan terus bergerak turun.
Oh God! Baru begini saja, aku
sudah melenguh dibuatnya..
"Na? Sudah
tidur?"
Mataku memang sudah
kututup rapat. Tapi aku masih bisa mendengar suara Mas Askha di balik badanku.
Posisiku saat ini memang menyamping dan membelakangi pintu kamar.
"Kenapa, Mas? Aku
capek banget." Jawabku masih dengan posisi yang sama.
"Ndak sopan
Niana, bicara sama suami tapi membelakangi gitu."
Oh God. Suami siapa sih ini?
Aku langsung membalikkan badanku dan membuka mataku lebar. Kemudian menatapnya
tajam. Berharap dia paham kalau dia sudah menggangguku yang sudah siap tidur.
"Iya maaf yaa, Mas
suamiii. Iya aku capek. Berjam-jam diri nyalamin tamu-tamu yang enggak ada
habisnya itu. Gila yaa. Berapa banyak sih jadinya tamu undangan kita? Sampai
seribuan kali ya?"
Aku lalu mengubah posisi
dari berbaring terlentang jadi menyamping kembali. Menghadap Mas Askha yang
saat ini sudah duduk bersandar di kepala ranjang.
"Ndak sampai
seribu sih kayaknya. Karena Bunda bilang cuma pesan katering untuk delapan
ratus pax." sahutnya santai sambil memainkan ponselnya.
Woaahhh amazing. Pantesan
aja kakiku rasanya sampai kebas kebangetan. Guys, buat kalian yang
baru mau menikah, apalagi dengan tamu yang cukup atau sangat banyak. Please, dengarkan
saranku kali ini. Stay away dari yang namanya high
heels or wedges more than five cm. Kalau bisa nih, malahan pas di pelaminan
kalian pake sendal jepit aja atau flip-flop yang lebih bagus
diliatnya ketimbang sendal. Kalau kalian sayang sama tubuh kalian sendiri,
harus ikutin saranku barusan.
Aku diam tak menjawab
ucapan Mas Ashka tadi. Mataku kembali sayup-sayup dan kesadaranku perlahan
memudar. Antara sadar dan enggak sadar, kulihat Mas Askha meletakkan ponselnya
di nakas dan bergerak turun ke arah kakiku.
Sejurus kemudian,
kurasakan tangannya mulai memijat kakiku pelan. Aku sontak tersenyum dengan
mata yang sudah terpejam. Akhirnya dia peka juga. Daritadi kek gitu pijitin
kakiku. Kalau daritadi kan pasti aku sudah tidur pulas saat ini.
Saat kesadaranku nyaris
hilang, Mas Askha tiba-tiba membalikkan badanku. Membuatku kembali ke posisi
terlentang. Tapi kini posisinya tepat di atasku. Badan besarnya membuatku
merasa sangat kecil di bawah kungkungannya.
Dia mendekatkan bibirnya
ke dahiku. Merapalkan doa yang membuat bulu kudukku meremang dan jantungku
berdegup cepat karena aku tahu doa ini. Setelahnya, dia mencium ubun-ubunku dan
ditahannya untuk beberapa saat.
"Aku mau langsung
menunaikan kewajibanku sebagai suamimu saat ini juga."
Kedua mata hitamnya
mengunci tatapanku. Jarak wajah kami sangat dekat. Aku bahkan bisa merasakan
hembusan nafasnya yang hangat. Membuat jantungku semakin berdegup cepat dan
bulu kudukku semakin meremang.
"Itu tandanya, kamu
juga harus menunaikan kewajibanmu sebagai istri dengan memberikanku apa yang
menjadi hakku."
Suaranya yang sudah serak
menjadi semakin berat. Dengan susah payah aku menelan ludahku. Mataku lantas
mengerjap pelan. Sialan. Dengan posisi dan jarak sedekat ini, otakku kesulitan
mencerna kata-katanya barusan.
Sampai akhirnya, seringai
tipisnya membuatku semakin tak karuan. Tuhan, jantungku.
"Selamat menikmati
malam panjang dan menggairahkan, Niana." ucapnya lalu mengecup rahangku.
Kemudian turun menciumi leherku dan terus bergerak turun.
Oh God! Baru begini saja, aku
sudah melenguh dibuatnya..
Bersambung..........
0 Komentar
Tulis dong kesan pesannya di sini ya! Biar kami tambah semangat nulis beritanya.