When You Come ( Part 2.2 )

When you come




(Rekreasi Murah)"Kapan kita bisa pindah?" tanyanya tiba-tiba setelah kami sama-sama asyik sendiri.

"Kenapa? Mas Askha enggak betah ya tinggal di sini?"

Aku lalu menolehkan kepalaku untuk menatapnya. Yang ditatap ya tetap fokus ke televisi.

"Bisa ndak sih kamu tuh kalau aku tanya langsung dijawab? Bukan malah menjawab pertanyaan dengan pertanyaan yang lainnya gitu." sahutnya tajam sambil menoleh ke arahku.

Aku langsung mengatupkan bibirku rapat. Takut keceplosan lagi dan malah nanya lagi, bukannya menjawab pertanyaannya.

"Bukannya aku ndak betah. Tapi aku ndak biasa rame gini." ucapnya lagi yang membuatku bingung.

"Sorry?"

"You know,Niana. Aku sudah biasa tinggal di rumah sendiri sejak lama. Jadi rasanya aneh kalau rumah ramai kayak gini."

"Ya berarti sama aja dong Mas Askhaaa. Itu artinya kamu enggak betah di siniii." sahutku gemas.

Ini orang kenapa suka berbelit-belit banget sih kalau ngomong? Tinggal bilang, 'iya aku enggak betah', gitu kan simple.

"Bukannya aku berbelit-belit. Tapi aku cuma kasih kamu jawaban langsung lengkap dengan alasanku. Supaya kamu ndak perlu tanya lagi apa alasan ku ndak betah."

Aku refleks mendengus pelan. Aku masih suka lupa kalau Mas Askha ini jago banget membaca pikiranku.

"Yaudah terserah Mas Askha aja." jawabku dan lagi-lagi Mas Askha cuma mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Mau pindah sekarang juga ayo aja. Aku kan cuma istri, jadi harus ikutin apa kata suaminya."

When you come


Aku kembali bersuara dengan maksud memancing tanggapan Mas Askha. Bukan sekedar menganggukan kepalanya itu saja.

Mas Askha lalu mengganti saluran berita dengan saluran anak-anak.

"Killa, look at that. That's Mickey and Minnie." katanya sambil menunjuk ke arah televisi. Membuat Killa yang tadinya sedang menunduk memainkan bonekanya, otomatis mengangkat kepalanya untuk menatap layar besar di depannya.

Cup!

Mas Askha mengecup bibirku singkat. Menciptakan rasa panas yang menjalar di pipiku dengan seketika. Masih terkejut dengan aksi mesum tak tahu tempatnya itu tadi, Mas Askha langsung mendekatkan bibirnya ke telingaku. Hembusan nafasnya yang menerpa leherku, membuat leherku sedikit meremang.

"Sebetulnya, aku ndak tahan mau neriakin nama kamu dan denger kamu teriakin namaku juga pas kita sama-sama klimaks. Kalau disini, ndak bisa kayak gitu. Ndak bebas." Bisiknya tepat di telingaku. Membuatku refleks bergidik, antara geli dan takut.

Saat dia menjauhkan wajahnya dariku, aku langsung memukul lengannya dengan kencang. Kurasa, wajahku sudah semerah paprika yang tadi Mama masukkan ke dalam kulkas. Kulihat  Mas Askha merapatkan bibirnya karena menahan tawa. Ish, ngeselin kan dia ini.

Bersambung.......





home


Posting Komentar

0 Komentar