(Rekreasi Murah), "Kapan kita bisa pindah?" tanyanya tiba-tiba setelah kami sama-sama asyik sendiri.
"Kenapa? Mas Askha enggak betah ya tinggal di sini?"
Aku lalu menolehkan kepalaku untuk menatapnya. Yang ditatap ya
tetap fokus ke televisi.
"Bisa ndak sih
kamu tuh kalau aku tanya langsung dijawab? Bukan malah menjawab pertanyaan
dengan pertanyaan yang lainnya gitu." sahutnya tajam sambil menoleh ke
arahku.
Aku langsung mengatupkan bibirku rapat. Takut keceplosan lagi
dan malah nanya lagi, bukannya menjawab pertanyaannya.
"Bukannya aku ndak betah.
Tapi aku ndak biasa rame gini."
ucapnya lagi yang membuatku bingung.
"Sorry?"
"You know,Niana.
Aku sudah biasa tinggal di rumah sendiri sejak lama. Jadi rasanya aneh kalau
rumah ramai kayak gini."
"Ya berarti sama aja dong Mas Askhaaa. Itu artinya kamu
enggak betah di siniii." sahutku gemas.
Ini orang kenapa suka berbelit-belit banget sih kalau ngomong?
Tinggal bilang, 'iya aku enggak betah', gitu kan simple.
"Bukannya aku berbelit-belit. Tapi aku cuma kasih kamu
jawaban langsung lengkap dengan alasanku. Supaya kamu ndak perlu tanya lagi apa alasan ku ndak betah."
Aku refleks mendengus pelan. Aku masih suka lupa kalau Mas Askha
ini jago banget membaca pikiranku.
"Yaudah terserah Mas Askha aja." jawabku dan lagi-lagi
Mas Askha cuma mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Mau pindah sekarang juga ayo aja. Aku kan cuma istri, jadi
harus ikutin apa kata suaminya."
Aku kembali bersuara dengan maksud memancing tanggapan Mas
Askha. Bukan sekedar menganggukan kepalanya itu saja.
Mas Askha lalu mengganti saluran berita dengan saluran
anak-anak.
"Killa, look at that.
That's Mickey and Minnie." katanya sambil menunjuk ke arah televisi.
Membuat Killa yang tadinya sedang menunduk memainkan bonekanya, otomatis
mengangkat kepalanya untuk menatap layar besar di depannya.
Cup!
Mas Askha mengecup bibirku singkat. Menciptakan rasa panas yang
menjalar di pipiku dengan seketika. Masih terkejut dengan aksi mesum tak tahu
tempatnya itu tadi, Mas Askha langsung mendekatkan bibirnya ke telingaku.
Hembusan nafasnya yang menerpa leherku, membuat leherku sedikit meremang.
"Sebetulnya, aku ndak
tahan mau neriakin nama kamu dan denger kamu teriakin namaku juga pas kita
sama-sama klimaks. Kalau disini, ndak bisa
kayak gitu. Ndak bebas."
Bisiknya tepat di telingaku. Membuatku refleks bergidik, antara geli dan takut.
Saat dia menjauhkan wajahnya dariku, aku langsung memukul
lengannya dengan kencang. Kurasa, wajahku sudah semerah paprika yang tadi Mama
masukkan ke dalam kulkas. Kulihat Mas
Askha merapatkan bibirnya karena menahan tawa. Ish, ngeselin kan dia ini.
Bersambung.......
0 Komentar
Tulis dong kesan pesannya di sini ya! Biar kami tambah semangat nulis beritanya.