When You Come ( part 5.1 )

When you come




(Rekreasi Murah), "Na, kamu masih sibuk kerja juga?"
"I-iyaa Bun." jawabku terbata.
"Jangan sibuk-sibuk, sayang. Nanti kamu kecapekan. Jangan stres juga, biar cepet jadi."
Tanganku yang tadinya sibuk menata sosis solo di piring, mendadak berhenti. Aku langsung menatap Bunda yang tetap santai membuat minuman.
"Eh? Gimana, Bun?"
Bunda tersenyum ke arahku sambil menambahkan es batu ke wadah es buah buatannya. Hari ini memang ada jadwal kumpul keluarga besarnya Mas Askha. Yang jadi tuan rumahnya digilir gitu deh sistemnya sama kayak arisan. Cuma ini versi silaturahminya aja, enggak pake duit-duitan. Nah kebetulan kali ini giliran Ayah dan Bunda yang jadi tuan rumah. So, here I am. Berada di dapur rumah Mertuaku dan sedang membantu Bunda menyiapkan kudapan untuk para tamu.
"Iya. Kan kalau kamu masih aja sibuk kerja, terus masih stres sama kerjaan, ditambah lagi capek ngurus Askha sama urusan rumah. Bagaimana kamu bisa cepat hamil kalau gitu? Percuma bikin tiap malam kalau kamunya masih underpressure gitu."
Aku auto nyengir lima jari menanggapi petuah Ibu Mertuaku itu. Ooh begini toh yang dirasain Uwi waktu dia dikodein sama mertuanya perihal cucu. Eh tapi kode Bunda barusan beneran alus banget enggak sih? Tapi inikan baru bulan kedua aku menikah dengan Mas Askha. Harusnya masih sangat wajarlah kalau kami belum diberikan momongan. Lagipula, aku dan Mas Askha juga tidak terlalu menargetkan kapan kami harus punya anak.
"Ya ndak apa sih kalau kamu masih mau kerja. Asalkan inget waktu dan enggak bikin kamu stres. Nanti Bunda bilang sama si Hasta deh supaya enggak banyak ngasih kerjaan yang bikin kamu stres. Ngerotasi kamu ke divisi yang lebih santai gitu misalnya."
Mataku membesar seketika.
"Jangan Buun, jangan. Eggak usah deh beneran. Niana enggak stres kok sama kerjaan Niana sekarang. Niana suka banget malahan, Bun. Sama sekali enggak merasa tertekan kayak gitu, Bun."
Okay, sebelum kalian bingung, let me tell you one short story. Jadi, Hasta yang tadi disebut Bunda adalah Pak Hasta Bayuadjie. Big bossku alias owner sekaligus founder i'Dea, kantor tercintaku. Nah, Pak Hasta ini punya istri yang biasa kita panggil Bu Bening. Ternyata oh ternyata, Bu Bening ini adiknya Ayah alias Tantenya Mas Askha.
"Eh ada apa nih, kok suami aku disebut-sebut?"
Pucuk dicinta ulampun tiba. Sosok yang baru saja kuceritakan sudah muncul di hadapanku. Ibu Bening R. Bayuadjie yang sangat terhormat. Yang ternyata R pada nama tengahnya itu adalah singkatan dari Rajendra. Nama yang sekarang sudah kusandang di belakang namaku.
"Pas. Bilangin sama si Hasta, menantuku pindahin ke divisi lain. Divisi yang lebih santai dan enggak bikin stres."
Tante Bening langsung tertawa. Membuatku langsung melirik Bunda dengan perlahan.
"Lho, justru malah Mas Hasta seneng banget lho Mbak waktu tahu Askha nikah sama Rania. Dia jadi punya kandidat baru yang cukup kuat dan bisa dipercaya buat nerusin i'Dea."
Jadi, aku baru tahu hubungan kekeluargaan ini setelah Mas Askha muncul di kantorku tiba-tiba waktu itu, yang dia bilang aku kayak ondel-ondel itu lho. Kok bisa? Pertama, saat kami ingin menikah, aku belum kenal seluruh keluarga Mas Askha. Kedua, saat hari H pernikahan kami, keluarga Om Hasta enggak bisa hadir karena masih di Surabaya karena harus mengurus ibunya Om Hasta yang masuk rumah sakit.
Oh come on. Enggak usah sok lupa deh kalian. Pernikahanku dan Mas Askha itu kan ekstra ngebut. Jadi enggak sempat pake acara perkenalan dua keluarga. Lamaran juga biasa aja. Yang dateng cuma keluarga inti Mas Askha, minus keluarga Andien karena si kembar waktu itu lagi kurang enak badan. Selain itu, keluarga inti Mas Askha juga enggak ada yang speak up gitu kalau ternyata aku kerja di perusahaannya Om Hasta. Yang ngeselin sih tetep yaa. Mas Askha yang ikutan diem-diem aja juga. Halah, dia mah emang irit banget sama suaranya.
"How can, Bening? Big no! Aku enggak setuju. kalau Nuansa masih enggak minat nerusin usaha Papanya, biarlah si Askha sama Adry yang bantu handle. Nuansa enggak apa pasang nama aja jadi CEO."
"Ih Bude enggak asik ah. Nuansa sudah seneng loh Papi enggak nyuruh-nyuruh aku lagi ngurus i'Dea begitu Mbak Rania jadi anggota keluarga kita. Asa tetep mau jadi interior designer pokoknya. Biar Mbak Rania aja yang jadi CEO i'Dea. Dengan senang hati aku menyerahkan takhtaku kepada Mbak Rania. Silahkan Mbak Rania, ambilah singgasanaku."
Aku dan Tante Bening langsung menahan tawa. Sedangkan Bunda sudah menjewer perempuan cantik nan trendy yang barusan bersuara. Pemilik akun asa_bharsa_nuansa yang pengikutnya sudah ratusan ribu itu adalah anaknya Pak Hasta dan Ibu Bening, alias adik sepupunya Mas Askha.
"Bude enggak kasih restu sampai kapanpun kalau mantu kesayangan Bude ini menyerahkan kebanyakan waktu, pikiran, dan tenaganya di i'Dea. Yang ada nanti Bude ketahan deh punya cucunya."
"Ih Bude nih. Wanita karier masa kini tuh sudah pandai membagi waktu kali, Dee. Mereka tuh tetap punya skala prioritas, keluarga tetap yang nomer satu."
When you come


"Astaga Bening. Ini anak kamu kenapa pinter banget ngejawab sih? Aturan kamu sekolahin hukum aja biar jadi pengacara atau jaksa penuntut."
Tante Bening cuma geleng-geleng kepala sambil tertawa ringan.
"Itu sama sekali enggak cool, Bude."
"Halah sakarepmu lah, Sa."
Bunda menyerah sedangkan Nuansa meninggalkan dapur sambil tersenyum sumringah penuh kemenangan. Kemudian, Bunda kembali menghadapku.
"Memangnya Askha kurang kasih jatah buatmu?" tanyanya kali ini.
Aku menggeleng sebagai jawaban. Apa yang diberikan suamiku itu sungguh lebih dari cukup. Sangat syukur alhamdulillah.
"Askha!"
Kali ini Bunda berteriak memanggil anak sulungnya itu. Enggak pakai lama, yang dipanggil langsung muncul. Aku dan Tante Bening langsung mengubah mode santai ke mode siaga, kompak menatap lekat lurus ke depan, menunggu adegan apa yang kali ini akan terjadi.
"Kamu tambahin jatah bulanannya Niana. Biar dia enggak perlu kerja lagi."
Mas Askha langsung mengalihkan pandangannya ke arahku.
"Memangnya kurang?" tanyanya sambil menaikkan kedua alisnya.
Bukannya suaraku yang terdengar, malah suara Bunda yang terdengar lagi.
"Kalau sudah cukup, enggak mungkin Niana masih sibuk kerja, Askha. Bagaimana Bunda bisa cepet punya cucu dari kalian kalau Niana masih stres sama kerjaan?"
Aku menatap Mas Askha dengan agak ngeri. Jantungku juga sama sekali enggak bisa diajak santai, malah asik dugeun-dugeun di dalam sana.
Setelah diam beberapa detik, dia hanya menjawab, "Oke." Lalu membalikkan badannya dan kembali menghilang dari area dapur.
Daebaak! Singkat, padat, dan jelas. Memang selalu begitu bukan? Luar biasa ya suamiku itu. Ini Bundanya lho yang ngomong. Yang sudah membawa dia kemana-mana selama 9 bulan di dalam perut dan yang sudah merawatnya sampai sebesar ini.
"Kalau nanti nominalnya masih sama juga, bilang sama Bunda. Biar Bunda jewer kuping anak itu."
Bunda kembali menatapku lekat.
"Bunda sama sekali enggak bermaksud melarang kamu tetap bekerja. No, that's not the point. Bisakan Bunda percaya sama kamu Na, kalau kamu bisa jadi wanita karier yang seperti Nuansa bilang tadi?"
Aku reflex mengangguk mantap.
"Okay, deal  kalau gitu. Hasta harus kasih kamu posisi baru. Biar kamu bisa cepat isi dan enggak keganggu sama stres kerjaan selama nanti kamu hamil."
Kalau di pengadilan, ini yang namanya saat hakim mengetuk palu godamnya. Bunda langsung pergi meninggalkan dapur. Aku yakin, Bunda pasti langsung mencari Om Hasta untuk mengutarakan keputusannya barusan.
"Jangan kaget yaa, Na. Begitulah keluarga di sini. Selamat menikmati warna-warni drama keluarga Rajendra."
Tante Bening menepuk pundakku santai, lalu ikut menyusul Bunda ke depan.
Okay. Fine. I can do this. Really. Toh keluarga baruku ini juga orangnya asik-asik. Bukan keluarga kolot dan otoriter yang super menghabiskan stok kesabaran.
Eh tapi jangan lupa loh Karania. Suami kamu termasuk ke yang terakhir kamu sebut itu. Holly crap! Baru inget itu aja, stok sabarku sudah otomatis berkurang satu.



home


Posting Komentar

0 Komentar