When You come ( part 6 )

Novel dan drama




(Rekreasi Murah), ASKHARAAA!"
Suara Ibu mertuaku langsung menggema ke seantero ruangan tempatku dirawat. Aku yang sedang bobo-bobo manja langsung melek seketika, sedangkan si empunya nama yang sedang duduk di sofa sambil asyik dengan Macbooknya cuma memandang datar ke arah Bundanya. Bundapun langsung menjewer telinga anak sulungnya itu, yang membuatku ingin tertawa terbahak-bahak begitu melihatnya.
"Sudah Bunda bilang, jangan biarin Niana kecapekan! Malah sekarang bikin dia dirawat di rumah sakit. Kamu itu ya benar-benar deh!" ucapnya sambil terus menjewer telinga Mas Askha.
"Bunda, stop Bun. Astaga kuping Askha."
"Biarin aja! Siapa suruh punya kuping cuma jadi pajangan doang?! Gemess Bunda tuh sama kamuuu." sambung Bunda. Aku sangat yakin, Bunda sedang menguatkan jewerannya itu.
Aku terkikik geli. Tapi begitu melihat muka Mas Askha yang sudah memerah dan bibirnya meringis kesakitan, aku harus segera menyudahi drama Ibu dan anak di depanku ini.
"Bunda, Niana enggak apa-apa kok." seruku dari atas tempat tidur.
Aku bangkit perlahan. Tangan kananku terulur untuk mengambil remot yang biasa digunakan untuk menegakkan sandaran tempat tidurku. Setelah posisinya pas, aku langsung mencari posisi bersandar yang nyaman. Setelahnya, Bunda langsung bergegas menghampiriku.
"Ya ampun anakku sayang. Maafin yaa Niana sayang. Si Askha itu emang kebangetan! Bisa-bisanya dia bikin kamu kayak begini."
"Enggak apa-apa kok Bun. Niana cuma kecapekan aja."
Bunda refleks menggelengkan kepalanya.
"Apanya yang sakit, Na? Habis ini kamu tinggal di rumah Bunda aja deh. Pindah sekalian ke rumah Bunda sama Ayah ya."
Mas Askha langsung mengalihkan pandangan dari layar Macbooknya dan menatap tajam ke arahku dan Bunda.
"Bun, please." ucapnya singkat dengan tatapan sengit ke arah Bunda.
"Apa? Kenapa? Biarin aja. Habisnya kamu itu jagain istri aja enggak bisa. Bagaimana Bunda bisa cepat punya cucu kalau Niana kamu siksa begini?"
Bunda masih asik mengomel sambil menatap anak laki-lakinya itu dengan kilatan penuh amarah. Tangannya mengusap-usap pundakku penuh kasih. Sedangkan aku menjulurkan lidahku untuk meledek Mas Askha. Kulihat Mas Askha menghembuskan nafas pelan lalu menghadap Macbooknya lagi.
"Ndak usah marah-marah, Bun. Nanti anakku stres di dalam sana karena dengerin Eyangnya marah-marah." Ucap Mas Askha santai.
Kulirik Ibu mertuaku yang terdiam sejenak setelah mendengar ucapan Mas Askha barusan. Bunda lalu menoleh dan menatapku. Aku langsung nyengir bagai kuda sambil menganggukkan kepalaku dan mengelus perutku dengan tangan kananku yang terbebas dari jarum infus.
Yap! Akhirnya doa Ibu mertuaku terkabul setelah menunggu setengah tahun untuk mendapatkan cucu dariku dan Mas Askha. Tidak hanya doa Bunda saja sih, karena pasti Mama, Papaku, dan juga tak lupa Ayahpun ikut mendoakan agar aku dan Mas Askha bisa segera memiliki anak. Sedangkan aku dan Mas Askha sendiri, entahlah. Yang jelas, di antara kami memang tidak ada target sama sekali. Kalau jadi ya alhamdulillah. Kalau enggak jadi, ya bikin lagi terus.
Setelah mengerjapkan matanya tiga kali, Bunda langsung berjalan cepat ke arah Mas Askha. Buat kalian yang mikir kalau Bunda akan memeluk anaknya itu dengan bangga dan penuh haru, kalian salah besar. Karena adegan yang ada di depanku saat ini sukses membuatku menganga. Bunda malah menjewer telinga Mas Askha lagi, lalu memukul badan Mas Askha berkali-kali.
"Benar-benar kamu ya Askha! Sudah tahu istri lagi hamil malah dibiarin kecapekan. Bukannya disayang-sayang, dijagain. Emang dasar ini anak ndableknya enggak ketolongan."
Mas Askha cuma bisa meringis mendapati amukan Bunda.
"Manalah Askha tahu kalau Niana hamil." cicitnya.
Yah, malah cari mati kamu Mas dengan enteng bangetnya malah bilang begitu. Siap-siap diamuk Ibu mertua kesayanganku ini yah.
"YA TUHAN! Bahkan istri kamu hamil aja kamu ENGGAK TAUU?!" Bunda berseru dan semakin brutal memukul dan menjewer Mas Askha.
Okay cukup. Meskipun aku seneng banget melihat Bunda menyiksa suami kelewat dinginku itu, lama-lama aku enggak tega juga liat Mas Askha meringis begitu. Pastikan berasa sakit juga.
"Bundaa, Niana enggak apa-apa kok. Dia juga enggak apa-apa di dalem sini, Bun. Cucu Bunda kuat kok. Cuma agak rewel aja, biar Bundanya istirahat." ucapku sambil mengelus perutku yang masih rata tapi dalam beberapa bulan lagi akan membesar ini.
Bunda langsung menghampiriku lagi. Memelukku erat dan mengusap punggungku dengan penuh sayang. Bahkan Bunda sambil terisak meskipun pelan. Aku membalas pelukkannya dengan tak kalah erat dan mengusap punggung Bunda untuk sedikit menenangkannya.
"Makasih ya sayang sudah mewujudkan keinginan Bunda. Kasih Bunda cucu yang selama ini Bunda nanti-nanti".
Bunda lalu melepas pelukannya sambil menyeka air mata bahagianya. Sedangkan aku hanya memberikan seulas senyum sebagai jawabanku.
"Bunda kan sudah punya cucu tiga. Memangnya masih belum cukup?"
Bukan aku, bukan aku. Itu bukan suaraku.
"Itukan dari adik-adikmu, bukan dari kamu. Wajar dong kalau Bunda mengharapkan cucu dari kalian. Dari anak laki-laki Bunda satu-satunya. Anak sulung pula."
Mas Askha cuma geleng-geleng kepala mendengar jawaban Bundanya.
"Bunda nanti suruh Mbok Sih sama Pak Arifin buat tinggal sama kalian. Biar ada yang ngurus rumah sekalian masak. Kalau nyuci, kalian laundry ajalah ya. Askha, kamu langsung beliin satu mobil baru yang nyaman buat Niana dan calon cucu Bunda. Supaya kalau Niana mau kemana-mana, bisa diantar Pak Arifin. Enggak mesti naik ojek lagi atau harus bergantung sama kamu yang suka seenaknya kamu aja gitu."
"Bunda, don't too much please?" komentar Mas Askha.

Novel dan drama


"Yaudah kalau kamu enggak mau beliin, biar Bunda minta Ayah kamu yang beliin buat mereka. Tapi jangan mencak-mencak yaa kalau Ayah kamu beliin Range Rover atau Merci GLS 63."
Kulihat Mas Askha menghela nafasnya pasrah. Bunda terus mengusap perutku sambil berbicara macam-macam dengan cucunya yang bahkan belum terbentuk sempurna di dalam sana karena usia kehamilanku baru menginjak usia 6 minggu. Sedangkan aku? Sedang bersorak dalam hati melihat kekalahan Mas Askha. Kapan lagi aku melihat Mas Askha dikalahkan seperti ini? Secara selama ini aku yang selalu kalah setiap menghadapinya.
Dan ini yang paling penting. Aku sedang berkhayal, kira-kira mobil apa ya yang akan aku dapatkan? Aku jadi senyum-senyum sendiri begitu mengingat kata-kata Bunda tadi. Kayaknya, lebih untung kalau Ayah yang membelikanku mobil meski dengan dalih hadiah untuk cucunya. Lagian yaa, siapa sih yang bakal nolak kalau dibelikan salah satu dari dua jenis mobil yang Bunda sebutkan tadi?
Ya Allah, semoga beneran Ayah aja yang memberikanku dan cucunya ini mobil baru. Aamiin.



home


Posting Komentar

0 Komentar