When You Come ( part 5.2 )

When you come




(Rekreasi Murah), Sekembalinya dari rumah mertuaku, aku langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sedangkan Mas Askha kayaknya langsung duduk manis di sofa sambil nonton televisi. Soalnya dia enggak ngikutin aku masuk ke kamar.
"Mas."
Aku langsung duduk di sebelah Mas Askha begitu aku selesai mandi dan sudah berganti pakaian.
"Hhmm."
"Mas Askha."
Aku memanggilnya lagi karena Mas Suamiku ini malah makin asyik nonton dan mengabaikanku. Dia benar-benar cuma berdeham gitu aja. Oh please, enggak usah ditanya acara apa yang lagi dia tonton. kalau enggak berita ya balapan. Aku kasih clue. Kami tadi buru-buru pulang karena dia enggak mau ketinggalan nonton Nico Rosberg. Jadi sudah tahu kan dia lagi nonton apa kali ini?
"Hhhmmmm."
Tuh kan malah ngadi-ngadi.
"Mas Askha ih. Bukannya nyaut gitu kalau aku panggil."
Dia lalu menoleh ke arahku. "Apa?" Sedetik kemudian, dia kembali fokus menatap layar datar di hadapan kami. Oh Tuhan. Wahai ladies, kesabaran itu enggak ada habisnya kan ya? Kalau bisa habis, please kasih tahu aku dimana aku bisa beli lagi. Takut kehabisan stok nih.
"Kamu sudah siap kalau kita punya anak?" tanyaku dan membuat Mas Askha langsung menoleh dan menatapku lekat sampai alisnya hampir menyatu di tengah.
"Kamu hamil?"
Aku refleks berdecak.
"Ya belumlah Mas. Cuma nanya aja. Kamu sudah siap belum kalau jadi Ayah?"
"Ooh." sahutnya singkat.
Bukannya menambahkan jawaban lain, Mas Askha malah langsung kembali fokus menonton kebut-kebutan jet darat itu. Sampai-sampai enggak ada suara lain selain suara ngueng-ngueng sama komentator berisik dari televisi. Ini ada kuota bebas dosa dan kualat karena noyor kepala suami enggak sih? Buat sesekali aja deh enggak apa-apa.
"Mas Askha!"
"Why, Nianaa?"
"Itu aku tanya kamu belum dijawab."
"Oh belum ya? Kirain sudah kamu jawab sendiri." Sahutnya enteng dengan matanya yang tetep setia ke televisi.
Okay. Sudah aku tak sanggup lagi. Lebih baik aku langsung ke kamar aja. Tidur. Recharge energi dan reload  stok sabar. Enggak usah deh kalian bayangin Mas Askha yang menarik tanganku supaya aku enggak pergi atau dia yang langsung menyusulku. Itu drama banget kalau kata Bapak Askhara Kalampati Rajendra yang terhormat. Tuh buktinya kalian lihat aja. Laki-laki berstatus suamiku itu tetep duduk manis sambil nonton. Suka-suka dia ajalah pokoknya.
---

When you come


Aku memaksa mataku terbuka saat menghirup wangi sabun dan merasakan sesuatu yang basah dan dingin menyentuk telapak kakiku. Kulirik jam di nakas yang sudah menunjukkan angka dua belas lewat. Aku langsung menghela nafas sambil memejamkan mataku lagi. Baru reload kesabaran sedikit. Sudah mesti kepakai lagi aja nih jam segini. Belum juga ganti hari.
"Mas Askhaaa. Ini handuknya disangkutin lagi dong di tempatnya. Basah ini kasurnya." ucapku malas dan masih dengan mata terpejam.
Enggak usah diliat. Sudah pasti basah dan dingin di kakiku ini adalah handuknya. Ini kebiasaan menyebalkan Mas Askha yang nomer satu, tidak mengembalikan handuk ke tempatnya setiap habis mandi. Tak kudengar sahutan apapun darinya, tapi kurasakan handuk basah itu sudah tidak lagi terasa di kakiku. Tidak sampai semenit, kurasakan pergerakan di kasur sebelahku.
"Itu baju, celana, termasuk dalemannya juga taruh dulu di bak cuci sana. Jangan geletak sembarangan gitu ah. Kebiasaan jelek kok dipelihara." sambungku lagi.
Ini kebiasaan nyebelin Mas Askha yang nomer dua. Kalau habis lepas baju, yaudah dibiarin tergeletak dimana aja. Bukannya dirapihin langsung ditaruh di tempat baju kotor. Lagi-lagi tak kudengar suara apapun, tapi kurasakan ada pergerakan lagi di sampingku. Kubuka sedikit mataku dan kulihat Mas Askha sedang memunguti baju-bajunya dan menaruhnya di bak cuci.
But wait! Mas Askha cuma pakai celana pendek rumahan tanpa kaosnya. Siaga satu nih kalau sudah begini. Aku langsung berbalik badan dan menutup mataku rapat-rapat.
"Na."
Kan.
"Na."
Tuhkan, feelingku tak pernah meleset untuk urusan yang satu ini.
"Niana?" ucapnya lagi dan kini tangannya sudah memelukku dari belakang. Tuhkan tuhkan, benerkan.
Aku meneguk ludahku susah payah.
"Karania." ucapnya lagi dengan suara yang semakin berat.
Kepalanya sudah tepat di tengkukku. Bibirnya juga sudah memberikan kecupan-kecupan di sana. Tangannya kini mulai naik dan berhenti tepat di atas dadaku. Meremasnya pelan tetapi sialannya sukses membuatku melenguh pelan. Shit! Baru diginiin aja aku sudah langsung on.
"Mas Askha!"
Aku menjauhkan tangannya dari tempat tersensitifku itu dan langsung berbalik menghadapnya.
"Besok tuh Senin. Aku harus kerja."
"Lalu?" tanyanya datar sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku dengan perlahan.
"Ya enggak usah gangguin aku. Aku mau tidur, Mas Askha."
"Siapa yang ganggu kamu?"
Oh Gusti nu aguuung.
"Ya siapa lagi kalau bukan Askhara Kalampati Rajendra yang terhormat?!" jawabku sedikit sinis.
"Aku bukan ganggu. Aku cuma mau kasih jawaban pertanyaan kamu tadi kok."
Hah? Apa-apaan itu?
"Telat. Aku sudah enggak mau tahu lagi."
Aku menarik kepalaku agar terjauh dari wajahnya. Terlanjur kesal dengan sikap kelewat dinginnya itu. Tapi lagi-lagi aku selalu kalah kalau sudah berurusan sama makhluk bermanug ini. Tangannya terlalu kuat untuk menahan kepalaku dan dengan cepat menariknya. Mas Askha langsung melumat bibirku. Dalam dan tak bersisa. Sedangkan tangannya yang lain mulai beraksi meremas payudaraku.
Dan sialnya, dewi jalang dalam tubuhku langsung bangkit tak mau kalah. Aku langsung membalas ciumannya dengan sangat menggebu. Tangan kananku bahkan sudah berada di bawah sana. Di pusat dunianya. Dia lalu melepaskan ciumannya. Aku menatapnya dengan tatapan tak terima karena dia menyudahi adu bibir kami saat gairahku sudah terpancing. Sialan.
"Pahami ini baik-baik. It's my answer." Katanya dan langsung melumat bibirku lagi dengan brutal.
Kedua tangannya langsung beraksi di tubuhku dengan stak kalah brutal. Kalau sudah begini, bisa apalagi aku selain menikmati dan mendesahkan namanya? Damn it! Suka-sukamu lah Mas Askha. Eh. Tapi aku juga suka sih kalau bagian yang satu ini. Sungguh Karania dan sisi dewi jalangnya..



home


Posting Komentar

0 Komentar